2.
Perjuangan Diplomasi dalam menghadapi Belanda
Para
pejuang indonesia menempuh jalur-jalur perundingan yang dikenal dengan perjuangan melalui cara
diplomasi.Tujuannya bermacam-macam, yaitu meraih simpati Internasional,
penyelenggaraan sengketa secara damai, dan menggalang dukungan negara-negara
lain dalam perjuangan.
a. Permulaan perundingan
Indonesia-Belanda
Dalam upaya menghindari konflik yang
berkepanjangan antara Indonesia dan Belanda, maka panglima AFNEL, letnan jenderal
Christison menganjurkan agar RI dan Belanda berunding. Serangkaian perundingan
pendahulu diadakan dengan seorang penengah dari Inggris, seperti Archibald
Clark Keir dan Lord Killearn.
Perundingan antara Indonesia dan Belanda
diawlai pada tanggal 10 Februari 1946. Dr. H.J. Van Mook menyampaikan
pernyataan pemerintah Belanda yang isinya mengulangi pidato katu Belanda pada
tahun 1942, yaitu:
1) Indonesia
akan dijadikan negara Commonwealth (persemakmuran) berbentuk federasi yang memiliki
pemerintahan sendiri di dalam kerajaan Belanda.
2) Masalah
dalam negeri di urus oleh Indonesia dan urusan luar negeri di utus oleh
pemerintah kerajaan Belanda.
3) Sebelum
di bentuk persemakmuran, akan di bentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun.
Secara tegas, pernyataan Van Mook
tersebut ditolak pemerintah RI. Pada tanggal 12 Maret 1946 pemerintah RI
menyampaikan usul balasan sebagai berikut:
1) Republik
Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia
Belanda.
2) Federasi
Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu dan urusan luar negeri
serta pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang
Indonesia dan Belanda.
3) Tentara
Belanda segera ditarik dari indonesia dan jika perlu diganti dengan Tentara Republik
Indonesia.
4) Selama
perundingan berlangsung, semua aksi militer harus dihentikan, dan pihak Republik
Indonesia akan melakukam pengawasan terhadap pengungsian tawanan Belanda dan
Interniran lainnya.
b.
Pertemuan Hooge Veluwe
Kegagalan pertemuan Jakarta mendorong seorang
diplomat Inggris bernama Sir Archibald Clark bertindak sebagai perantara
pertemuan RI-Belanda di Hooge Veluwe, Belanda. Pertemuan ini dilaksanakan pada
tanggal 14-24 April 1946.
Dalam pertemuan ini, pihak RI diwakili
oleg Mr.A.K.Pringgodigdo dan Dr.Sudarsono, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh
Van Mook. Pihak RI menhntut sekurang-kurangnya pengakuan secara de facto atas
Pulau Jawa, Madura dan Sumatera. Sedangkan pihak Belanda hanya bersedia
mengakui de facto wilayah RI atad pulau Jawa dan Madura saja. Pengakuan dari
pihak Belanda disebabkan adanya desakan dari pemerintah Inggris.
c.
Konferensi Malino
Pemerintah Belanda berusaha memecah
belah bangsa Indonesia dengan politik dende et imperanya. Salah satu usaha
tersebut adalah menyelenggarakan konferensi Malino pada tanggal 15 Juli 1946.
Pada konferensi ini, Van Mook mengundang
semua kepala daerah RI, kecuali wakil RI di pulau Jawa. Belanda mengajak mereka
untuk melepaskan diri dari pengaruh pemerintah RI di pulau Jawa. Ajakan
tersebut disertai iming-iming kedudukan dan jabatan penting.
d.
Perundingan Jakarta
Gagalnya perundingan-perundingan
RI-Belanda dan berbagai tekanan dari tantara Belanda menimbulkan banyak konflik
antara pasukan kedua negara. Konflik-konflik tersebut menelan banyak korban di
kedua belah pihak. Hal ini mengundang keprihatinan seorang diplomat Inggris
untuk mengadakan perundingan damai lanjutan antara RI-Belanda. Diplomat
tersebut bernama Lord Killearn.
Atas desakan Lord Killearn, maka pasa
tanggal 7 Oktober 1946, maka diadakan perundingan lanjutan. Perundingan ini
dilaksanakan di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam
perundingan ini, delegasi RI diketuai oleh Perdana Menteri Syahrir dari pihak
Belanda oleh Prof.Schremerhorn.
e.
Perundingan Linggarjati
Berdasarkan hasil perundingan Jakarta
tanggal 7 Oktober 1946, maka diadakan perundingan lanjutan pada tanggal 10
November 1946. Perundingan ini diselenggarakan di Linggarjati, Cirebon, Jawa
Barat. Perundingan ini dihadiri oleh tiga perwakilan negara, yaitu sebagai berikut:
1) Delegasi
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir sebagai ketua, Muhammad Roem, Susanto Tirtoproyo
dan A.K.Gani.
2) Delegasi
Belanda diwakiki oleh Schermerhaorn sebagai ketua, Max Van Poll, F.de Boer dan H.J.Van
Mook.
3) Delegasi
Inggris sebagai penengah diwakili oleh Lord Killearn.
Perundingan Linggarjati berlangdung
selama empat hari. Hak ini disebabkan alotnya pembahasan pada tanggal 15 November
1946 berhasil dicapai persetujuan yang dituangkan dalam 17 Pasal seperti
berikut:
1) Belanda
mengakui secara de facto kedaulatan RI atas wilayah Pulau Jawa, Madura dan
sumatera. Belanda harus meninggalkan daerah ini paling lambat tanggal 1 Januari
1946.
2) Pihak
RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara serikat dengan nama RIS
meliputi RI, Kalimantan, dan Timur Besar. Proses pembentukan Negara RIS direncanakan
sebelum tanggal 1 Januari 1949.
3) RIS
dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Juliana sebagai
ketua.
Secara umum, isi perjanjian ini sangat
merugikan Indonesia. Namun, kejadian ini berdampak positif juga, yaitu adanya
pengakuan de facto dari Bepanda. Hal tersebut berguna dalam rangka
diplomasi-diplomasi selanjutnya.
No comments:
Post a Comment