Wednesday 26 September 2018

Perjuangan Diplomasi dalam menghadapi Belanda


2. Perjuangan  Diplomasi dalam  menghadapi Belanda
Para  pejuang  indonesia menempuh  jalur-jalur perundingan yang dikenal  dengan perjuangan melalui  cara  diplomasi.Tujuannya bermacam-macam, yaitu meraih simpati Internasional, penyelenggaraan sengketa secara damai, dan menggalang dukungan negara-negara lain dalam perjuangan.
a. Permulaan perundingan Indonesia-Belanda
Dalam upaya menghindari konflik yang berkepanjangan antara Indonesia dan Belanda, maka panglima AFNEL, letnan jenderal Christison menganjurkan agar RI dan Belanda berunding. Serangkaian perundingan pendahulu diadakan dengan seorang penengah dari Inggris, seperti Archibald Clark Keir dan Lord Killearn.
Perundingan antara Indonesia dan Belanda diawlai pada tanggal 10 Februari 1946. Dr. H.J. Van Mook menyampaikan pernyataan pemerintah Belanda yang isinya mengulangi pidato katu Belanda pada tahun 1942, yaitu:
1)      Indonesia akan dijadikan negara Commonwealth (persemakmuran) berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di dalam kerajaan Belanda.
2)      Masalah dalam negeri di urus oleh Indonesia dan urusan luar negeri di utus oleh pemerintah kerajaan Belanda.
3)      Sebelum di bentuk persemakmuran, akan di bentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun.
Secara tegas, pernyataan Van Mook tersebut ditolak pemerintah RI. Pada tanggal 12 Maret 1946 pemerintah RI menyampaikan usul balasan sebagai berikut:
1)      Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda.
2)      Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu dan urusan luar negeri serta pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
3)      Tentara Belanda segera ditarik dari indonesia dan jika perlu diganti dengan Tentara Republik Indonesia.
4)       Selama perundingan berlangsung, semua aksi militer harus dihentikan, dan pihak Republik Indonesia akan melakukam pengawasan terhadap pengungsian tawanan Belanda dan Interniran lainnya.

b. Pertemuan Hooge Veluwe
Kegagalan pertemuan Jakarta mendorong seorang diplomat Inggris bernama Sir Archibald Clark bertindak sebagai perantara pertemuan RI-Belanda di Hooge Veluwe, Belanda. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 14-24 April 1946.
Dalam pertemuan ini, pihak RI diwakili oleg Mr.A.K.Pringgodigdo dan Dr.Sudarsono, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Van Mook. Pihak RI menhntut sekurang-kurangnya pengakuan secara de facto atas Pulau Jawa, Madura dan Sumatera. Sedangkan pihak Belanda hanya bersedia mengakui de facto wilayah RI atad pulau Jawa dan Madura saja. Pengakuan dari pihak Belanda disebabkan adanya desakan dari pemerintah Inggris.
c. Konferensi Malino
Pemerintah Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan politik dende et imperanya. Salah satu usaha tersebut adalah menyelenggarakan konferensi Malino pada tanggal 15 Juli 1946.
Pada konferensi ini, Van Mook mengundang semua kepala daerah RI, kecuali wakil RI di pulau Jawa. Belanda mengajak mereka untuk melepaskan diri dari pengaruh pemerintah RI di pulau Jawa. Ajakan tersebut disertai iming-iming kedudukan dan jabatan penting.
d. Perundingan Jakarta
Gagalnya perundingan-perundingan RI-Belanda dan berbagai tekanan dari tantara Belanda menimbulkan banyak konflik antara pasukan kedua negara. Konflik-konflik tersebut menelan banyak korban di kedua belah pihak. Hal ini mengundang keprihatinan seorang diplomat Inggris untuk mengadakan perundingan damai lanjutan antara RI-Belanda. Diplomat tersebut bernama Lord Killearn.
Atas desakan Lord Killearn, maka pasa tanggal 7 Oktober 1946, maka diadakan perundingan lanjutan. Perundingan ini dilaksanakan di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini, delegasi RI diketuai oleh Perdana Menteri Syahrir dari pihak Belanda oleh Prof.Schremerhorn.
e. Perundingan Linggarjati
Berdasarkan hasil perundingan Jakarta tanggal 7 Oktober 1946, maka diadakan perundingan lanjutan pada tanggal 10 November 1946. Perundingan ini diselenggarakan di Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat. Perundingan ini dihadiri oleh tiga perwakilan negara, yaitu sebagai berikut:
1)      Delegasi Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir sebagai ketua, Muhammad Roem, Susanto Tirtoproyo dan A.K.Gani.
2)      Delegasi Belanda diwakiki oleh Schermerhaorn sebagai ketua, Max Van Poll, F.de Boer dan H.J.Van Mook.
3)      Delegasi Inggris sebagai penengah diwakili oleh Lord Killearn.
Perundingan Linggarjati berlangdung selama empat hari. Hak ini disebabkan alotnya pembahasan pada tanggal 15 November 1946 berhasil dicapai persetujuan yang dituangkan dalam 17 Pasal seperti berikut:
1)      Belanda mengakui secara de facto kedaulatan RI atas wilayah Pulau Jawa, Madura dan sumatera. Belanda harus meninggalkan daerah ini paling lambat tanggal 1 Januari 1946.
2)      Pihak RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara serikat dengan nama RIS meliputi RI, Kalimantan, dan Timur Besar. Proses pembentukan Negara RIS direncanakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
3)      RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Juliana sebagai ketua.
Secara umum, isi perjanjian ini sangat merugikan Indonesia. Namun, kejadian ini berdampak positif juga, yaitu adanya pengakuan de facto dari Bepanda. Hal tersebut berguna dalam rangka diplomasi-diplomasi selanjutnya.

No comments:

Post a Comment

contoh surat jual beli tanah

SURAT JUAL BELI MUTLAK TANAH SAWAH Yang bertanda tangan di bawah ini masing-masing bernama Odah, tempat di kampung  ......... Rt 02...