Kemelut di Majapahit
( Yuni Febrianti A)
Raden
Wijaya berhasil dinobatkan menjadi raja pertama yang bergelar Kertarajasa
Jayawardhana. Ia tidak pernah lupa akan jasa-jasa para senopati (perwira) yang
setia dan banyak membantunya semenjak dahulu dan membagikan pangkat kepada
mereka. Ronggo Lawe diangkat sebagai senopati Tuban dan yang lainnya diberi pangkat
juga. Hubungan mereka dengan Raden Wijaya amatlah baik dan erat.
Keharmonisan
hubungan itu harus diuji oleh guncangan pertama yang memengaruhi hubungan itu,
dimulai ketika sang prabu menikah dengan empat putri mendiang Raja Kertanegara
telah menikah kembali dengan putri yang berasal dari Melayu. Sang prabu
mengambil inisiatif dengan mengawini semua putri mendiang raja Kertanegara agar
tidak terjadi dendam dan perebutan kekuasaan kelak dikemudian hari.
Keempat
putri itu ialah Dyah Tribunan(permaisuri), kedua Dyah Nara Indraduhita, ketiga
Dyah Jaya Inderadewi, dan juga yang disebut Retno Sutawan(Rajapatni) yang
merupakan istri yang amat dikasihinya, dia terkenal akan kecantikannya dan
sering disebut sebagai dewi kahyangan. Selain itu dia juga sangat banyak
disukai oleh sastrawan pada masa itu. Sang prabu mengutus sebuah pasukan untuk
datang ke negeri Melayu dan pasukan ini dinamakan pasukan pamalayu yang
dipimpin oleh Kebo Anabrang atau juga Mahisa Anabrang merupakan seseorang patih
terkuat. Nama Anabrang diberikan oleh Sang prabu karena dia bertugas untuk
menyebrang ke negeri Melayu. Pasukan ini berhasil membawa dua orang putri
bersaudara salah satunya bernama Dara Petak
yang kemudian diperistri oleh sang baginda sehingga namanya berubah jadi
Indraswari.
Akibat hal
ini terjadilah persaingan diantara istri sang prabu, mereka saling
memperebutkan cinta kasih dari sang prabu sehingga persaingan ini membuat para
senopati memihak atau bercondong kepada salah satu istri sri baginda. Ronggo
Lawe berpihak kepada Dyah Gayatri sehingga terjadilah sebuah persaingan dan
kebencian yang dilakukan secara diam-diam itu menjalar menjadi sebuah permusuhan terbuka. Ronggo
Lawe menjadi sangat terpukul perasaan nya ketika pengangkatan patih
Hamangkubumi yang diberikan oleh sang prabu kepada senopati Nambi.
Pengangkatan
ini sendiri dipengaruhi oleh bujukan Dara Petak, mendengar kabar ini adipati
Ronngo Lawe marah besar sehingga ia menggunakan aji kedigdayaannya. Dewi Mertorego
berusaha menghibur suaminya itu dan Tirtowati ikut memperingatkan suaminya itu.
Ronggo Lawe kemudian bergegas pergi menggunakan kuda kesayangannya yang bernama
Mego Lamat ke Mojopahit. Ronggo Lawe berbicara kepada paduka bahwa tindakan nya
mengangkat Nambi itu tidaklah tepat, namun paduka tetap akan pendiriannya itu.
Ronggo Lawe tetap bersikeras menganggap bahwa tindakan paduka adalah tindakan
yang khilaf adipati yang hebat kuat dan berani di Mojopahit pada masa itu. Sang
prabu berkata halus, “Kakang Ronggo Lawe, tindakan mengangkat kakang Nambi
sebagai Patih Hamangkubumi bukanlah merupakan tindakan ngawur belaka,itu telah
jadi suatu keputusan dan persetujuan dari semua kakang senopati dan semua
pembantuku. Bagaimana kakang Ronggo Lawe dapat mengatakan itu tidak tepat dan
tidak adil?”. Ronggo Laweberkata lantang”Tentu saja tidak tepat dan tidak adil!
Paduka tahu siapa si Nambi itu! Dia seorang yang bodoh,lemah,rendah
budi,penakut,sama sekali tidak memiliki wibawa!”. Paduka tetap tidak mendengar ucapan-ucapan yang dilontarkan
Ronggo Lawe.
Setelah
beberapa bulan, niat jahat Dara Petak dan Nambi yang ingin merebut kekuasaan di
istana akhirnya diketahui, lalu sang prabu memanggil mereka berdua untuk
menanyakan hal tersebut apakah benar atau tidak niat mereka yang ingin merebut
kekuasaan di istana, Dara petak dan Nambi terdiam sekejap dengan muka memerah
dan hati yang tidak tenang karena niat mereka sudah terbongkar. Dara petak dan
Nambi meminta maaf kepada sang prabu atas ulah kesalahannya, untungnya sang
prabu berbaik hati dan memaafkan mereka tetapi dengan satu syarat yaitu mereka
tidak boleh menginjakan kaki mereka lagi di istana ini.
Akhirnya,dipanggil
lah Ronggo Lawe ke istana oleh sang prabu. Sang prabu berkata kepada Ronggo
Lawe “Maafkan aku Ronggo Lawe, ternyata keputusan ku salah untuk mengangkat
Nambi sebagai patih, dia mempunyai sifat yang licik yang ingin merebut
kekuasaan ku di istana ini. Dan aku memanggil mu datang untuk diangkat menjadi
patih di istana ini.” Mendengar kata tersebut perasaan Ronggo lawe sangat
bahagia karena sang prabu telah tau kelicikan yang dilakukan oleh Nambi dan
Dara petak.
Setelah
Ronggo Lawe diangkat menjadi patih, suasana di kerajaan mojopahit pun damai dan
tentram.
No comments:
Post a Comment