Wednesday 26 September 2018

. Perjuangan Bersenjata Melawan Sekutu dan NICA


1.      Perjuangan Bersenjata Melawan Sekutu dan NICA
Dalam upaya pengembalian pasukan Jepang di Asia Tenggra, Sekutu membentuk suatu badan komando militer yang diberi nama South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Lord Louis Mountbatten dari Inggris. Untuk melaksanakan tugasnya di Indonesia, dibentuk suatu komando khusus, yaitu Allied Forces for Netherland Indies (AFNEI) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison.
Namun, sikap berubah ketika diketahui bahwa pasukan AFNEI datang membawa orang-orang Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
Pasukan sekutu yang tergabung dalam AFNEI dikirim ke Indonesia menjadi empat divisi, yaitu sebagai berikut.
a.       23rd Indian Division, di bawah pimpinan Mayor Jenderal D. C. Hawthorn, untuk daerah Jawa Barat.
b.      5th Indian Division, di bawah pimpinan Mansergh, untuk wilayah Jawa Timur.
c.       26th Indian Division, di bawah pimpinan Mayor Jenderal H. M. Chambers, untuk daerah Sumatra.
d.      Untuk pengamanan wilayah di luar Pulau Jawa, ditempatkan pasukan angkatan perang Australia.
Berikut adalah pertempuran-pertempuran melawan Sekutu dan NICA.
a.      Pertempuran di Surabaya
Setelah dilakukan pertemuan antara wakil-wakil Pemerintah RI dan Mallaby, dihasilkan kesepakatan-kesepakatan diantara kedua belah pihak. Kesempatan tersebut antara lain sebagai berikut.
1)      Inggris berjanji bahwa di antara mereka tidak ada angkatan perang Belanda.
2)      Disepakatinya kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjaga keamanan dan ketenteraman.
3)      Akan segera dibentuknya kontak biro agar kerja sama dapat terlaksana dengan baik.
4)      Inggris berjanji hanya akan melucuti senjata Jepang saja.
Dalam perkembangannya, ternyata Inggris mengingkari perjanjian yang telah disepakati.Pada tanggal 26 Oktober 1945, satu peleton yang dipimpin oleh Kapten Shaw melakukan penyergapan ke Penjara Kalisosok, Surabaya. Tujuan penyergapan ini adalah untuk membebaskan seorang perwira angkatan laut Belanda yang bernama Kolonel Huiyer.
Tewasnya panglima Tentara Sekutu untuk Pulau Jawa, membuat tentara Sekutu marah besar. Hal ini juga membuat Mayor Jenderal Mansergh, Panglima Tentara Sekutu wilayah Jawa Timur mengeluarkan ultimatum itu pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Adapun isi ultimatum tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Pihak AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby yang menjadi tanggung jawab rakyat Surabaya.
2)      Memerintahkan kepada unsur pimpinan pemerintah, pemuda, keamanan, dan masyarakat untuk melapor, menyerahkan senjata, meletakkan tangan di atas kepala dan menandatangani penyerahan tanpa syarat kepada pasukan AFNEI.
Ultimatum ini ternyata tidak ditanggapi oleh rakyat Surabaya. Akibatnya, pada tanggal 10 November 1945, tentara Sekutu menggempur Kota Surabaya secara habis-habisan dan darat, laut, dan udara. Melihat hal ini, arek-arek Surabaya tidak takut. Mereka bahkan melakukan perlawanan secara pantang menyerah di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Bung Tomo.
b.      Pertempuran Ambarawa-Magelang
Peristiwa ini dimulai ketika pasukan Sekutu yang dibonceng oleh NICA berusaha membebaskan para tawanan Belanda. Pembebasan tersebut bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Pertempuran ini berlangsung dengan sangat sengit. Atas kejadian ini, akhirnya Brigjen Beathel dan Presiden Soekarno mengadakan perundingan yang dapat mengakhiri perang tersebut.
Kejadian ini berlangsung pada tanggal 21 Oktober 1945. Adapun tujuan gerakan ini adalah untuk membebaskan tawanan Belanda yang ada di Ambarawa.
Pasukan Indonesia berhasil mengepung Kota Ambarawa dari empat sektor. Pada pertempuran ini, Letkol Isdiman, Panglima Divisi Banyumas gugur dan digantikan oleh Kolonel Sudirman untuk menyerang Sekutu di Ambarawa. Gencarnya penyerangan pasukan Indonesia membuat Sekutu kewalahan dan akhirnya mundur dari Ambarawa pada tanggal 21 November 1945. Pasukan Sekutu tersebut akhirnya bertahan di Semarang.
c.       Bandung Lautan Api
Pasukan Sekutu dan NICA tiba di Bandung pada pertengahan bulan Oktober 1945. Pertempuran demi pertempuran di Kota Bandung terus bergejolak demi mempertahankan kedaulatan RI. Sebagai upaya meredakan ketegangan,akhirnya Bandung dibagi menjadi dua, yaitu Bandung Utara yang dikuasai oleh Sekutu dan Bandung Selatan yang dikuasai oleh RI. Meskipun Indonesia telah mengosongkan wilayah Bandung Utara, Sekutu menuntut pengosongan sejauh 11 km dari pusat kota paling lambat pada tengah malam tanggal 24 Maret 1946.
Pada tanggal 24 Maret 1946, rakyat Bandung bersama TRI mulai mengosongkan Bandung Selatan. Pembakaran diawali di Indisch Restaurant yang berada di utara alun-alun (sekarang BRI Tower). Rakyat bersama TRI membakar bangunan-bangunan penting di sekitar jalan kereta api dari Ujung Berung hingga Cimahi. Pada peristiwa tersebut, Muhammad Toha gugur ketika meledakkan gudang mesiu NICA.

d.      Pertempuran Medan Area
Pasukan Sekutu tiba di Sumatera Utara pada tanggal 9 November 1945. Pasukan ini dipimpin oleh Brigjen T. E. D. Kelly. Seperti halnya di Surabaya, kedatangan Kelly ini disertai juga dengan pasukan NICA. Pemerintah Sumatera Utara menyambut kedatangan pasukan Sekutu dan mempersilahkan mereka untuk menempati beberapa hotel di Medan seperti Hotel de Boer dan Hotel Astoria. Sebagian lagi ditempatkan di Tanjung Morawa dan Binjai.
Keesokan harinya, tim RAPWI (Relief of Allied Prisoners of War and Interness) telah mengunjungi kamp-kamp tawanan yang ada di Berayan, Rantau Perapat, Saentis, dan Brastagi untuk dibebaskan dan dibawa ke Medan.
Bentrokan pertama terjadi pada tanggal 13 Oktober 1945 di Jalan Bali, Medan. Akibatnya, kemarahan para pemuda pun tidak bisa dibendung lagi.
Sementara itu, pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatera Timur dibawah pimpinan Achmad Tahir. Selain TKR, pada tanggal 15 Oktober 1945 terbentuk juga badan-badan perjuangan menjadi Pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur dan kemudian berubah nama menjadi Pesindo. Kemudian lahir pula, laskar-laskar partai seperti Nasional Pelopor Indonesia (Napindo) dari PNI, Barisan Merah dari PKI, Hisbullah dari Masyumi, serta Pemuda Parkindo dari Parkindo.
Pada tanggal 18 Oktober 1945, Brigjen Kelly memberikan ultimatum agar para pemuda Medan menyerahkan senjatanya kepada Sekutu. Keadaan semakin keruh ketika pada tanggal 1 Desember 1945 Inggris memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota. Pada tanggal 10 Desember 1945, pasukan Sekutu kembali memprovokasi dengan berusaha menghancurkan konsentrasi TKR di Krepes. Usaha ini berhasil digagalkan dan para pemuda berhasil menghancurkan beberapa truk dan menculik seorang perwira Inggris.
e.       Perjuangan Bersenjata di Bali
Untuk memuluskan pergerakannya, Sekutu berusaha membujuk Komandan Resimen Sunda Kecil, yaitu Letkol I Gusti Ngurah Rai. Ajakan ini dikirimkan melalui surat oleh Kapten J. B. T. Koning, Komandan Pasukan NICA untuk daerah Bali dan Lombok. Surat ini dikirim pada tanggal 16 Mei 1946.
Ajakan dari Belanda tersebut ditolak mentah-mentah oleh I Gusti Ngurah Rai. Bahkan, pada tanggal 18 November 1946, beliau bersama pasukannya menyerang tangsi polisi Belanda di Tabanan. Serangan ini berhasil mendapatkan banyak senjata dan amunisi sekaligus telah menyulut kemarahan Sekutu.
Pada pertempuran tanggal 20 November 1946 di desa Marga, Tabanan, I Gusti Ngurah Rai gugur di medan perang namun, hal ini tidak mematahkan semangat pasukan Indonesia.

f.         Perjuangan Bersenjata di Sulawesi
Pada pertempuran tanggal 28 Februari 1947, salah satu pimpinan perjuangan, yaitu Ranggong Daeng Romo gugur. Selanjutnya Robert Wolter Mongisidi berhasil ditangkap oleh Belanda dan akhirnya dihukum mati. Kejadian ini tidak mematahkan perlawanan, karena tampuk pimpinan diteruskan oleh Mayor Andi Matalata.
Sementara itu, di Sulawesi Utara, perlawanan dilakukan oleh para pemuda dan anggota KNIL dengan cara membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI). Penyerbuan ini dilakukan tanggal 14 Februari 1946. Dalam aksi ini mereka berhasil membebaskan tawanan pejuang Indonesia. Selain itu, mereka mampu mengibarkan bendera Merah Putih. Insiden ini kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Merah Putih di Manado.
Keberhasilan selanjutnya adalah dikuasainya markas NICA di Tondano dan Tomohon. PPI selanjutnya membentuk pemerintahan sipil dan sebagai residennya dipilih B. W. Lapian. Untuk masalah keamanan, PPI membentuk TRI di bawah pimpinan Ch. Taulu, Wuisan, dan J. K. Seger.
Gencarnya perlawanan rakyat Sulawesi membuat NICA kewalahan. Hal ini mendorong Belanda mengubah taktiknya. Taktik ini dicetuskan oleh seorang Kapten Belanda yang bernama Raymond Westerling. Ia melakukan taktik pembersihan, yaitu dengan cara membunuh rakyat Sulawesi Selatan yang dicurigai mendukung pejuang. Dalam kurun waktu sebentar, sekitar 40.000 orang rakyat Sulawesi Selatan terbunuh.





No comments:

Post a Comment

contoh surat jual beli tanah

SURAT JUAL BELI MUTLAK TANAH SAWAH Yang bertanda tangan di bawah ini masing-masing bernama Odah, tempat di kampung  ......... Rt 02...