KEMELUT DI MAJAPAHIT
(Penyadur Selly Andini Nurannisa)
Sekitar tahun 1295, di pagi
hari yang cerah hari yang sudah di tunggu-tunggu sejak lama oleh Raden Wijaya.
Hari dimana sebagai jawaban dari hasil jerih payah Raden Wijaya bersama
senopati-senopatinya. Di hari inilah Raden Wijaya diangkat menjadi Raja pertama
kerajaan Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Setelah pengangkatan
Raja ini selesai tinggal para senopati yang diberi pangkat dan ditempatkan di
daerah-daerah kekuasaan Majapahit.
Kehidupan Raja pun dimulai
dengan menikahnya sang Raja dengan keempat Putri mendiang Raja Kertanegara.
Keempat putri itu ialah Dyah Tribunan yang menjadi permaisuri, Dyah Nara
Indraduhita, Dyah Jaya Indradewi, dan Dyah Gayatri yang juga disebut Retno Sutawan
atau Jayapatni yang berarti "terkasih". Karena Rajapatnilah istri
yang paling dikasihi Raja. Kecantikannya memang sudah terkenal diseluruh negeri
dan banyak mendapatkan pujian cantik jelita seperti Dewi dari Kahyangan.
Menikahlah lagi Sang Prabu
dengan Dyah Dara Petak yang setelah menikah kemudian diberi nama Sri Indraswari
putri dari negeri Melayu yang dibawa oleh Kebo Anabrang atau Mahisa Anabrang
sebagai hasil dari ekspedisinya ke negeri Melayu. Dara Petak inilah yang
menjadi saingan paling berat dari Dyah gayatri karena Dara Petak memang cantik
jelita dan pandai dalam membawa diri.
Selang waktu beberapa
bulan pemerintahan kerajaan berjalan, para istri Sang Prabu saling berlomba
satu sama lain untuk memperoleh simpati dan perhatian Sang Prabu. Walaupun persaingan
ini dilakukan tanpa sepengetahuan Sang Prabu tetapi para senopati sendiri amat
merasakan persaingan ini. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu persaingan
inipun akhirnya mereda karena segan dengan sikap Sang Prabu yang bijaksana.
Di pagi yang cerah
dikediaman Ronggo Lawe, seperti biasanya Ronggo Lawe makan dilayani oleh kedua
orang istrinya yaitu Dewi Mertorogo dan Tirtowati. Suasana pagi yang cerah
seolah-olah berubah menjadi pagi yang kelam ketika Ronggo Lawe mendengar berita
akan pengangkatan Patih Hamangku Bumi yaitu pembesar yang tertinggi dan paling
berkuasa sesudah Raja yang akan dijabat oleh Senopati Nambi.
Pengangkatan Senopati
Nambi ini benar-benar membuat Ronggo Lawe memuncak amarahnya. Tak memikirkan
lapar dan dahaganya lagi Ronggo Lawe bergegas menuju istana. Walaupun kedua istri
Ronggo Lawe terus berusaha untuk mencegahnya pergi dan mencoba meredam amarah
Ronggo Lawe, tetap saja amarah Ronggo Lawe seperti sudah diujung tanduk dan
tidak memperdulikan lagi apa yang orang lain katakan.
Tanpa dipanggil dan tanpa
izin dari Sang Prabu, Ronggo Lawe menghadap di ruang pertemuan. Semua penghadap
adalah para senopati dan punggawa mereka juga adalah kawan-kawan seperjuangan
Ronggo Lawe. Setelah semua tata susila kepada Sang Prabu selesai barulah ia melontarkan
teguran-teguran kepada Sang Prabu atas tindakannya dalam mengangkat Senopati
Nambi sebagai Patih Hamangku Bumi, tanpa memperdulikan lagi reaksi orang
terhadap semua ucapannya.
Suasana diruangan itupun
tiba-tiba berubah tegang dan takut. Semua orang menjadi bingung dan kesal akan
tindakan Ronggo Lawe tersebut, mereka bingung harus berbuat apa jika mereka
melawan, mereka masih menghormati tindakanSang Prabu. Mereka hanya menunggu
tindakan apa yang akan dilakukan Sang Prabu kepada Ronggo Lawe. Akhirnya
keputusanpun ditentukan bahwa Ronggo Lawe akan tegurannya itu tidak diterima,
karena keputusan Nambi diangkat menjadi Patih Hamangku Bumi melalui keputusan
bersama dengan senopati-senopati lainnya. RonggoLawe pun pergi meninggalkan
istana dengan hati yang kecewa.
Hari demi haripun
berganti, seperti kata pepatah " sepintar-pintar bangkai ditutupi, baunya
tetap tercium juga". Sepandai-pandainya Dara Petak menutupi kejahatannya
Rajapun mengetahui semua kejahatan yang dilakukannya bersama Nambi. Mereka berdua
dihukum gantung di depan seluruh rakyat, hukuman ini dijadikan pelajaran untuk
para rakyatnya agar tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh Dara Petak
dan Nambi tersebut. Dan sebagai balasan dari kesetiaan Ronggo Lawe Sang Prabupun
memberikan gelar Patih Hamangku Bumi kepadanya.
Setelah semua rintangan
dan masalah ini terlewati dengan berat, keadaan kerajaan menjadi lebih tentram
dan damai. Kerajaanpun lebih penuh akan warna dan kebahagiaan.
No comments:
Post a Comment