Monday 17 September 2018

Kemelut Di Majapahit


Kemelut di Majapahit
(Ayu Siti Nurajijah, XII MIPA 4)

Pada zaman dahulu sekitar tahun 1293- 1500 M berdiri sebuah kerajaan di Mojokerto, Jawa timur yaitu Kerajaan Majapahit yang di pimpin oleh Raden Wijaya, beliau diangkat menjadi Raja Majapahit pertama bergelar Kertajasa Jayawardhana. Beliau selalu ditemani oleh para senopati (perwira) yang setia, dan banyak membantunya sehingga beliau tidak melupakan jasa-jasa mereka. Sebagai balasannya beliau membagi-bagikan pangkat kepada mereka.
Diantaranya ada Ronggo Lawe yang  diangkat menjadi  Adipati di Tuban, dan yang lain-lain pun diberi pangkat pula. Hubungan antara junjungan ini dengan para pembantunya sejak perjuangan pertama sampai Raden Wijaya menjadi raja, amatlah sangat erat dan baik. Namun hubungan mereka sempat tergoncang ketika Sang Prabu menikah dengan empat putri mendiang Raja Kertanegara, lalu menikah dengan seorang putri Malayu.
Sang Prabu menikahi empat putri mendiang Raja karena dia  tidak ingin ada rasa dendam dan perebutan kekuasaan kelak. Ke empat orang putri ini adalah Dyah Tribunan yang menjadi permaisuri, yang kedua adalah Dyah Nara Indraduhita, ketiga adalah Dyah Jaya Indradewi, dan yang disebut Retno Sutawan atau Raja Patni yang berarti “terikasih” karena memang puteri bungsu ini sangat dikasihinya, Dyah Gayatri yang bungsu ini memang cantik jelita, dan di puja-puja oleh para sastrawan pada masa itu.
Pada tahun lalu datanglah  pasukan yang diutus oleh mendiang Sang Prabu Kertanegara ke Negeri Melayu. Pasukan ini dipimpin oleh seorang senopati perkasa bernama Kebo Anabrang atau Mahisa Anabrang. Pasukan ekspedisi ini berhasil membawa pulang dua orang puteri bersaudara. Sang Prabu terpikat oleh puteri keduanya yang bernama Dara Petak,karena kecantikannya lalu ia jadikan istri kelima. Munculah persaingan antara putri-putri raja , Dara Petak menjadi saingan yang paling kuat dari Dyah Gayatri karena Dara Petak memang cantik jelita dan pandai membawa diri. Sang Prabu sangat mencintai istri termuda ini yang telah di peristeri oleh Sang Baginda, lalu diberi nama Sri  Indraswari.
Terjadilah persaingan di antara istri ini, tentu saja dilakukan secara diam-diam namun cukup seru, persaingan  dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sri Baginda. Namun Sang Prabu kurang menyadarinya pengaruh persaingan ini sangat terasa oleh para senopati dan mulailah perpecahan diam-diam diantara mereka karena ada yang berpihak kepada Dyah Gayatri dan kepada Dara Petak.
Ronggo Lawe berpihak kepada Dyah Gayatri ia amat setia sejak zaman Prabu Kertajasa yang bijaksana, persaingan dan kebencian  ini dilakukan secara diam-diam itu tidak sampai menjadi permusuhan  terbuka. Lalu, ada suatu hal yang membakar hati Ronggo Lawe yaitu pengangkatan Patih Hamangkubumi yaitu Patih kerajaan Majapahit , yang diangkat Sang Prabu menjadi pembesar yang tertinggi dan paling berkuasa sesudah raja yaitu Senopati Nambi.
Didalam kemarahan dan kekecewaan Adiapati Ronggo Lawe masih ingat untuk menghancurkan sembahnya, tetapi setelah semua salam sisila ini selesai serta merta Ronggo Lawe menyembah dan berkata dengan suara lantang,   “ Hamba sengaja datang menghadap Paduka untuk mengingatkan Paduka dari kekhilafan yang Paduka lakukan diluar kesadaran Paduka!” Sang Prabu sendiri memandang dengan mata penuh perhatian, kemudian dengan suara tenang, beliau bertanya “ Kakang Ronngo Lawe apakah maksudmu dengan ucapan itu?”
“Yang Hamba maksud tidak lain adalah pengangkatan Nambi sebagai Patih Paduka! Keputusan yang Paduka ambil ini sungguh-sungguh tidak tepat, tidak bijaksana, dan Hamba yakin bahwa Paduka sudah terbujuk Hamangkubumi, sungguh merupakan kekeliruan yang besar sekali, tidak tepat dan tidak adil. Padahal Paduka terkenal sebagai seorang Maharaja yang arif bijaksana dan adil!”. Hebat bukan main ucapan  Ronggo Lawe ini! Seoarang adipati, tanpa dipanggil, berani datang menghadap Sang Prabu dan melontarkan teguran-teguran seperti itu!Sang Prabu tetap tenang bahkan tersenyum memandang kepada Ronggo Lawe, lalu berkata halus ”Kakang Ronggo Lawe, tindakanku mengangkat Kakang Nambi sebagai Patih Hamangkubumi bukanlah merupakan tindakan ngawur belaka, melainkan telah dipertimbangkan masak-masak bahkan telah mendapat persetujuan dari semua pembantuku, karena desakan amarah  Ronggo Lawe berkata lantang, Tentu saja tidak tepat! Paduka sendiri tahu siapa si Nambi itu! Paduka tentu masih ingat akan segala sepak  terjang dan tindak-tanduknya dahulu! Dia seorang bodoh, penakut, rendah budi, sama sekali tidak berwibawa.
Raden Wijaya tidak menghiraukan perkataan Ronggo Lawe, akhirnya Ronggo Lawe pun pulang ke Tuban. Nambi merasa sakit hati dengan perkataan-perkataan yang diucapkan Ronggo Lawe tadi. Akhirnya Nambi membuat rencana akan memberontak Ronggo Lawe, pertempuran pun terjadi antara Ronggo Lawe dan Nambi,  kemenangan pun berpihak kepada Nambi.
Setelah peristiwa tersebut, akhirnya Nambilah yang menjadi Patih dan Ronggo Lawe pun meninggal. Kerajaan pun aman dan damai.

No comments:

Post a Comment

contoh surat jual beli tanah

SURAT JUAL BELI MUTLAK TANAH SAWAH Yang bertanda tangan di bawah ini masing-masing bernama Odah, tempat di kampung  ......... Rt 02...