Monday 17 September 2018

Kemelut di Majapahit


Kemelut di Majapahit
(Yessy Gusman M.S, XII MIPA-1)

          Dikala fajar  mulai  menampakan  diri  menerangi bumi pertiwi, disitulah dimulainya  peradaban kehidupan di kerajaan Majapahit. Suatu waktu dimana cucuran keringat,dan deraian air mata yang jatuh menetes disitulah pula adanya bekas-bekas perjuangan keras seorang Raden Wijaya yang dibantu para senopati-senopatinya ketika membagikan  pangkat  kepada segelintir orang. Tak sia-sia perjuangan itu berbuah manis,Raden Wijaya berhasil naik pangkat menjadi penguasa pertama dan bergelar Kertarajasa  Jayawardana. Ronggo Lawe pun juga diangkat menjadi Adipati di Tuban.
          Akan tetapi,seiring berjalannya waktu,dan karena roda kehidupan itu selalu berputar,terjadilah nestapa pertama yang merubah suasana di kerajaan,yaitu setelah Sang Prabu menikahi empat bidadari cantik mendiang Raja Kertanegara,dan karena hawa nafsunya yang semakin bergejolak,ia juga menikahi lagi seorang perempuan Malayu. Tujuan Sang Prabu melakukan ini justru bermaksud baik demi ketentraman di kerajaan kelak.
          Empat putri cantik milik Prabu Kertarajasa ini yakni Dyah Tribunan sebagai permaisuri,Dyah Indraduhita,Dyah Jaya Inderadewi dan terkasihnya yaitu Dyah Gayatri karena ia sangat rupawan dan jelita laksana dewi kahyangan. Pesona kecantikannya menjadi pujaan seluruh penjuru negeri. Suatu waktu tibalah segerombolan pasukan Palamayu utusan Prabu Kertanegara ke Malayu dengan pemimpinnya yaitu senopati Kebo Anabrang yang hingga pada akhirnya pasukan ekspedisinya berhasil memboyong dua orang putri bersaudara. Putri kedua yakni Dara Petak, berhasil memikat hati Sang Prabu sehingga dijadikan pendamping hidup yang ke lima oleh Prabu Kertarajasa. Istri kelima inilah yang membuat amarah dan rasa kecemburuan yang membara dalam hati Dyah Gayatri,menurutnya Dara Petak itu akan menjadi duri bagi kehidupan di kerajaan kelak. Lalu Sang Baginda ini menjatuhkan nama Sri Indraswari karena merupakan istri yang paling dikasih.
          Suatu waktu tanpa sepengetahuan Sri Baginda, terjadilah nestapa kedua yang semakin hari semakin memanas diantara istri-istri Sang Prabu,karena hakikatnya persaingan mereka semuanya tidak lain ingin cinta kasih dari Sri Baginda yang dapat mengangkat derajat hidup mereka. Semakin hari kata damai semakin sirna kemudian terjadilah perpecahan secara diam membisu diantara senopati-senopati yang memihak kepada Dyah Gayatri  mendiang Kertanegara dan Dara Petak keturunan Malayu.
          Sejak zaman dahulu kesetiaan Ronggo Lawe tidak pernah memudar kepada Dyah Gayatri,oleh karena itu ia berpihak kepadanya. Karena memiliki rasa hormat yang tinggi,ia juga tak pandang bulu tetap segan kepada  Prabu Kertarajasa yang bijaksana itu. Persaingan ini tak sampai menjalar ke permusuhan. Sekiranya takan ada guncangan yang lebih dahsyat daripada kehadiran Dara Petak di kehidupan kerajaan dan kiranya Ronggo Lawe bisa berbesar hati atas tindakan sang Prabu yang telah menjatuhkan mahkota Patihnya kepada Patih Hamangkubumi sebagai Patih kerajaan Majapahit.
          Tindakan pengangkatan tersebut didominasi oleh bujuk rayu seorang Dara Petak. Karena Dara Petak merupakan istri terkasihnya maka Sang Prabu pun seakan-akan terhipnotis oleh rayuannya itu. Tak lama kemudian angin menepiskannya ke telinga Ronggo Lawe dengan seketika wajahnya memerah setelah mendengar pernyataan itu. Lalu kedua istri tercintanya Dewi Mertorogo dan Tirtowati berusaha menenangkan dan meredakan kembali suasana yang tegang itu. Amarah Ronggo Lawe hampir tidak bisa dipadamkan,benda-benda yang ada habis diluluh lantahkan karena rasa kesal dan emosinya yang semakin membara seperti api yang sedang berkobar.
          Kesetiaan Dewi Mertorogo terhadap Ronggo Lawe takan pernah pudar,ia tetap berusaha menghibur suaminya yang masih mempunyai almari dendam dalam kalbunya kepada Patih Hamangkubumi. Tak lama,ia beranjak pergi dengan keberaniannya untuk menginjakan kakinya ke Majapahit dengan para pengawal tak lupa dengan si Mego Lamat kuda kesayangannya. Ia sama sekali tak menghiraukan cegahan kedua istrinya itu,dan dengan bijak ia berkata “Takn ada kata takut untuk membela kebenaran,aku akan menumpas semua kejahatan yang ada di muka bumi ini.”Beberapa lama kemudian hanya hentakan kaki si Mego lamat yang memecahkan kesunyian gedung kadipaten itu. Tersirat dalam kalbu perasaan khawatir kedua istrinya. Setelah tiba disana Ronggo Lawe dihadap para senopati dan ponggawa. Mereka serentak terengah ketika melihat Ronggo Lawe dating,mereka ingat jika Ronggo Lawe adalah teman seperjuangannya dulu. Dengan keberanian tekadnya Adipati Tuban ini masuk untuk menghadap Prabu dan dengan rasa terpaksa Sang Prabu pun menerima kedatangannya karena ia merupakan teman berjuangnya dulu. Ronggo Lawe terpaksa harus meredam dulu amarah dan rasa kekecewaannya ketika itu,tak lupa ia menundukan kepalanya sebagai tanda penghormatannya,lalu ia berkata dengan lantangnya “Maaf Paduka,tujuan hamba menghadap Paduka Raja hanya untuk sekedar mengingatkan atas kehilafan yang Paduka perbuat!” Semua orang mengkerutkan alisnya karena merasa heran terhadap perkataan polos yang dilontarkan Ronggo Lawe. Mereka semua memang sudah mengenal watak dan kepribadian seorang Ronggo Lawe yang aslinya. Dengan tak ada rasa ragunya ia selalu mengungkapkan isi hatinya dengan jujur,kepribadiannya bersifat terbuka,serta selalu membela kebenaran. Lalu sang Prabu menatap tajam mata Ronggo Lawe kemudian bertanya dengan suara yang lemah lembut “Kakang Ronggo Lawe,apa maksud pernyataannmu itu?”Ronggo Lawe mengambil nafasnya secara perlahan-lahan lalu menjawab “Yang hamba maksud adalah tentang ketidakadilan Paduka atas pengangkatan Patih Nambi sebagai Patih kerajaan,menurut hamba keputusan itu tidak adil dan tidak tepat,hamba yakin ada bujuk rayu yang hebat dari beberapa segelintir orang hasud yang mengakibatkan Paduka cepat mengambil keputusan seperti itu. Padahal hamba percaya bahwa Paduka adalah sosok Maharaja yang arif dan bijaksana.”
          Keberanian Rongo Lawe melontarkan teguran kepada Prabu menjadi ocehan orang –orang sekitar. Jantung Patih Nambi berdebar kencang dan pikirannya mulai kacau balau,karena takut pikiran Sang Prabu terpengaruh dan menjadi berubah. Ini  jalan takdirnya ,keberuntungan menjadi milik Patih Nambi. Senopati Anabrang merasakan perasaan yang sama seperti Nambi ,matanya melotot lebar menatap Rongo Lawe yang sedang duduk di hadapan Sang Prabu, bahkan Lembu sora juga tak menduga jika keponakannya akan selancang itu. Senopati Gagak Sarkoro dan Mayang Sekar merasa kaget sampai mulutnya melongo.
          Atas perbuatannya itu Rongo Lawe mendapat seribu kedengkian dari pihak kerajaan disana ,tapi karena kearifan seorang Prabu Kertarajasa ia hanya terlihat santai dan tersenyum manis menyikapinya. Entah perasaan apa yang ada di benaknya. Kelembutan hati seorang Prabu Kertarajasa takan pernah ada yang bisa menandinginya ,dan dengan halusnya ia berkata ‘’Kakang Rongo  Lawe aku tak pernah menyakralkan sesuatu tanpa alasan,keputusan ini sudah di gariskan atas pertimbangan dan persetujuan semua pihak kerajaan ,lantas apa alasan yang membuatmu iri hingga kamu mengeluarkan pernyataan yang buruk terhadap Patih Nambi?”Wajah Rongo Lawe semakin memerah seperti api dan nafasnya semakin kencang karena luapan amarah yang semakin tak tertahankan,tapi untungnya ia bisa meredam nafsunya. Kemudian ia berkata ‘’Menurut hamba seorang Nambi tidak pantas dinobatkan sebagai Patih Majapahit ,Paduka juga mungkin tahu sendiri bagaimana seluk beluk hidupnya yang bodoh dan pengecut ,ia juga tidak punya karisma yang baik untuk menjadi seorang Patih .’’Raden Wijaya tetap tidak terpengaruh oleh ocehan Rongo Lawe ,setelah itu Rongo Lawe pun pulang dengan perasaan yang kesal dan kekecewaan yang mendalam.
          Tiba di rumah,Ronggo Lawe langsung berfikir keras untuk merancang sebuah strategi guna menghancurkan rencana jahat Dara Petak dan Patih Nambi yang berambisi ingin menguasai kerajaan Majapahit seutuhnya. Ia tak rela jika kerajaan Majapahit dikuasai orang jahat,maka dari itu ia bersekongkol dengan Dyah Gayatri untuk menuntaskan cerita buruk ini hingga titik kemenangan tiba. Dalam hatinya ia menggerutu”Aku tidak akan menyerah sampai titik darah penghabisan!” Lalu ia beranjak pergi ke kediaman Dyah Gayatri lalu mencetuskan strategi yang telah dirancangnya.”Putri,salah satu daripada strategi itu adalah kita harus menyerang bahkan jika perlu kita bunuh mereka.” Kata Ronggo Lawe,dan Dyah Gayatri pun mengangguk.
          Setelah itu Dyah Gayatri pergi meninggalkan Ronggo Lawe untuk menyiapkan makan siang Sang Prabu. Ketika sedang makan sang Prabu bertanya “Aku heran akhir-akhir ini Dara Petak dan Nambi selalu menghilang diwaktu yang sama dari istana bahkan tanpa permisi terlebih dahulu, lantas kemana gerangan?” Gayatri pun menjawab dengan nada sinis “Aku juga tak tahu Kangmas,mungkin ada sesuatu yang lebih penting menurutnya.”Sang Prabu pun terdiam lalu berkata “Baiklah kita akan selidiki berdua,aku takut akan ada sesuatu yang buruk terjadi.” Lalu mereka angkat kaki mencari Dara Petak dan Nambi . Setelah beberapa jam terlewati, Dyah Gayatri melihat Nambi dan Dara Petak sedang bercengkrama berdua di sisi danau yang terhalang pepohonan. Lalu Sang Prabu dan istrinya mendekat untuk mendengarkan obrolan mereka,ternyata obrolan Dara Petak adalah “Suatu saat aku akan menyingkirkan mereka bahkan membunuh Raden Wijaya yang bodoh itu,andai dia tahu bahwa aku menikah dengannya hanya karena ingin mengambil alih kekuasaanya,haha..” Lontaran kalimat yang diucapkan Dara Petak membuat naik darah Sang Prabu dan Dyah Gayatri. Istrinya berusaha mengelus dada suaminya dan berkata “Sudah Kangmas jangan emosi disini,ayo kita pergi ke istana!” mereka pun kembali ke istana.
          Di istana,Sang Prabu berbicara “Kurang ajar,takan kubiarkan ini semua sampai menjadi kenyataan!” Lalu istrinya berusaha menenangkan hatinya dan berkata”Sabar Kangmas,ingatlah bahwa kelicikan takan bisa abadi sampai kapanpun,sekarang kita harus segera mengambil tindakan sebelum mereka bertindak lebih dulu!” Sang Prabu menganggukan  kepalanya,dan  dengan bijaknya beliau berkata”Aku akan turun tangan dalam kasus ini,aku yang lebih dulu akan membunuh mereka,aku tak rela kekuasaanku diambil alih oleh seseorang yang berhati busuk bagaikan iblis,sangat biadab..”Setelah itu Sang Prabu dan para prajuritnya beranjak pergi lagi dengan kuda-kudanya. Derapan kaki kuda berlari kencang menuju danau tempat Dara Petak dan Nambi berada. Mereka berhenti dari kejauhan dan sang Prabu siap melancarkan serangannya yaitu akan memanah Nambi dan Dara Petak hingga mati. Dengan tak ada keraguan Sang Prabu langsung memanah mereka maka Nambi dan Dara Petak pun tewas terbunuh oleh tusukan tajam panah pusaka sakti itu. Para prajurit membawa  jasad mereka dan melemparkannya ke jurang yang curam. Sang Prabu merasa puas dan tenang karena tidak akan ada lagi yang mengusik kedamaian  kerajaan Majapahit. Sang Prabu dengan arifnya meminta maaf kepada Ronggo Lawe ksrena dulu ia tak menghiraukan perkataan Ronggo Lawe. Ronggo Lawe pun tersenyum dan berkata “Tidak perlu seperti itu Baginda,karena sesungguhnya keburukan tidak akan berujung baik.” Selain menjadi Adipati di Tuban Ronggo Lawe pun juga dinobatkan sebagai  Patih kerajaan Majapahit pengganti Nambi.
          Sekiranya takan ada lagi kejadian yang lebih hebat daripada setelah ini,dan pada masa inilah kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya.


No comments:

Post a Comment

contoh surat jual beli tanah

SURAT JUAL BELI MUTLAK TANAH SAWAH Yang bertanda tangan di bawah ini masing-masing bernama Odah, tempat di kampung  ......... Rt 02...