KEMELUT DI MAJAPAHIT
(editor: Ayu Dita
Fauziah)
Setelah Raja Majapahit
bergelar Kertarajasa jayawardhana, dia tidak melupakan jasa kepada senopati.
Dan mengangkat Ronggo Lawe sebagai adipati, sang prabu telah menikahi empat
orang putri Raja Kertanegara.
Datanglah pasukan
pamalayu yaitu senopati perkasa bernama kebo anabrang yang telah berhasil
menjalankan tugasnya menyebrang ke pamalayu dan membawa dua orang putri bernama
Dara Petak, sang prabu kertarajasa terpikat kepada seorang putri yaitu Dara
Petak karena kecantikannya yang mengalahkan semua istrinya, istri muda ini
bernama sri indraswari.
Persaingan untuk
mendapatkan cinta dan kasih sayang istri istri sang prabu semakin sengit dan
mulai terjadi perpecahan secara perlahan. Ronggo Lawe adalah seorang kepercayaan
Raden wijaya ketika telah menaklukan harta negara.
Dari berbagai pengaruh
oleh bujukan Dara Petak, diangkat adipati nambi sebagai orang kedua sebagai
orang kedua setelah raden wijaya. Adipati Ronggo Lawe sangatlah marah besar
setelah mendengar adipati nambi sebagai orang kedua setelah raden wijaya,
padahal adipati nambi menurut adipati ronggo lawe bukanlah orang yang baik
untuk dijadikan sebagai senopati, dia bukan lah orang yang pintar semuanya
terkejut ketika ronggo lawe berbicara secara lantang kepada sang prabu, tetapi
sang prabu menanggapinya dengan tenang dan tersenyum karena adipati nambi ini
sudah melalui persetujuan senopati dan pembantunya.
Dan akhirnya setelah
ronggo lawe menghasut raden wijaya, patih nambi diturunkan pangkatnya dan ronggo
lawe dijadikan patih.
Kemelut di Majapahit
Editor : Doni Romdoni
Setelah Raden
Wijaya berhasil menjadi Raja Majapahit pertama yang bergelar Kertarajasa
Jayawardhana,semua perwira yang setia dan banyak membantu Raden wijaya diangkat
dan diberi pangkat.
Sejak perjuangan pertama sampai Raden
Wijaya menjadi Raja,hubungan antara junjungan ini dengan para pembantunya
amatlah erat dan baik,dan sang prabu telah menikahi empat putri Raja
Kertanegara.
Datanglah pasukan pamalayu yaitu senopati
perkasa bernama Kebo Anabrang yang telah berhasil menjalankan tugasnya
menyebrang ke pamalayu dan membawa dua orang putri bernama Dara Petak,sang
Prabu Kertarajasa terpikat terhadap Dara Petak karena kecantikanya yang
mengalahkan semu istrinya,istri muda ini bernama Sri Indraswati.
Persaingan untuk mendapatkan cinta dan
kasih sayang istri-istri sang prabu semakin sengit,mereka berlomba lomba meraih
simpati Raden Wijaya.
Orang yang di adu dombakan oleh para istri
Raja yaitu orang kepercayaan Raden Wijaya yang bernama Ronggo Lawe. Ronggo Lawe
adalah orang yang berhasil menaklukan Kertanegara.
Dari berbagai pengaruh bujukan Dara
Petak,diangkatlah seorang Adipati yang bernama Nambi sebagai orang kedua
setelah Raden Wijaya. Ronggo Lawe sangatlah marah setelah mendengar Nambi
diangkat menjadi orang kedua setelah Raden Wijaya. Menurut Ronggo Lawe Nambi
bukanlah orang yang baik untuk dijadikan senopati dan dia bukanlah orang yang
pandai.
Semuanya terkejut ketika Ronggo Lawe
berbicara secara langsung kepada sang prabu. Tetapi,sang prabu menanggapinya
dengan tenang dan tersenyum karena pengangkatam Nambi ini sudah melalui
persetujuan Senopati dan paa pembantunya.
Tetapi,setelah melewati beberapa tahap
kejadian,Raden Wijaya melihat bahwa Nambi tidaklah pantas dijadikan sebagai
patih,kemudian Ronggo Lawe pun diangkat menjadi Patih dan Nambi diberhentikan.
KEMELUT DI
MAJAPAHIT
(Editor : Elma Kusumah)
Pada zaman dahulu di kerajaan Majapahit
dirajai oleh raja yang bernama Raden Wijaya, beliau merupakan raja pertama yang
bergelar Kartarajasa Jayawardhana, beliau juga tidak melupakan jasa-jasa para
senopati (perwira) yang setia dan membantunya semenjak dahulu itu membagikan
pangkat kepada mereka. Ronggo Lawe diangkat menjadi adipati di Tuban dan yang
lainpun diberi pangkat pula.
Setelah menjadi raja, Raden Wijaya merasa
tidak cukup hidup dengan satu istri, beliau mempunyai lima istri, empat diantaranya
adalah putri mendiang raja Kartanegara dan yang terakhir dari melayu bernama
Dyah Dara Petak.
Ternyata Dyah Dara Petak mnjadi saingan
yang paling kuat dari Dyah Gayatru, karena Dara Petak memang cantik jelita dan
pandai, sang prabu sangat mencintainya, sehingga diberi nama Sri Indraswari.
Terjadilah persaingan diantara para istri
ini, yang tentu saja dilakukan secara diam diam namun cukup seru, persaingan
dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sri Baginda yang tentu saja akan
mengangkat derajat dan kekuasan masing masing, kalau sang prabu sendiri kurang
menyadari akan persaingan ini, pengaruh persaingan ini terasa benar pleh
senopati dan mulailah terjadi perpecahan diam diam diantara mereka sebagai
pihak yang bercondong kepasa Dyah Gayatri keturunan mendiang sang Prabu
Kartanegara dan kepada Dara Petak ketrunan Melayu.
Ronggo Lawe sebagai seorang yang amat setia
sejak zaman prabu Kartanegara, berpihak kepada Dyah Gayatri, namun karena segan
kepada sang prabu Kertajasa yang bijaksan, persaingan dan kebencian yang
dilakukan secara diam diam itu tidak sampai menjalar menjadi permusuhan
terbuka.
Pengangkatab ini banyak terpengaruh oleh
bujukan Dara Petak. Mendengar akan pengangkatan payij ini, merahlah muka
adipati Ronggo Lawe. Ketika mendengar berita ini kedua istri nya mencegah
adipati dan tidak didengarkan oleh kedua istrinya.
Hebat bukan main ucapan Ronggo Lawe ini!
seorang adipati, tanpa dipanggil, berani datang dan menghadap sang prabu dan
melontarkan teguran teguran itu! Muka patih nambi sebentar pucat sebentar
merah, kedua tangan nya dikepal dan dibuka dengan jari jari gemetar. Senopati
Kebo Ambrang mukanya menjadi merah seperti udang direbus. Prabu Kartajasa
memanggil Patih Nambi dan Prabu Kartarajasa mengumumkan Ronggo Lawe dan Patih
Nambi lah yang menjadi patih kerjaan Majapahit.
KEMELUT DI MAJAPAHIT
(Editor: ISMATUL NURHASANAH)
Semenjak Raden Wijaya
menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit pertama yang bergelar Kertarajasa
Jayawardhana, lebih tepatnya pada tanggal 10 November 1293. Raden Wijaya juga
mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dan banyak membantu perjuangannya.
Salah satunya adalah Ronggo lawe diangkat menjadi Adipati di Tuban dan yang
lainnya pun diberi pangkat pula. Hubungan antara Raden wijaya dengan para
pembantu sangatlah baik.
Namun terjadi guncangan
yang mempengaruhi hubungan ini yaitu ketika sang Prabu telah menikahi empat
putri mendiang raja Kertanegara, yaitu Dyah Tribunan, Dyah Nara Indraduhita,
Dyah Jaya Inderadewi dan yang paling dikasihi raja adalah Dyah Gayatri, raja
telah menikah lagi dengan seorang putri dari melayu yaitu Dara Petak atau Dyah
Indreswari.
Sang Prabu Kertarajasa
terpikat hatinya oleh kecantikan Dara Petak setelah pasukan ekspedisi yang
bernama pasukan pamalayu berhasil membawa pulang dua orang putri bersaudara
dari melayu, maka diambilah Dara Petak sebagai istri kelima. Sang Prabu sangat
mencintai istri termuda ini.
Terjadilah persaingan diantara
para istri untuk memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sri baginda. Pengaruh
persaingan ini terasa oleh para Senopati dan mulailah perpecahan diantara
mereka sebagai pihak yang mendukung Dyah gayatri dan sebagian lagi mendukung
Dyah Petak.
Sebenarnya tidak ada hal
yang lebih hebat sebagai akibat masuknya Dara petak ke dalam kehidupan Sang
Prabu, melainkan diangkatnya Senopati Nambi sebagai patih hamangkubumi yang
merupakan hasil bujukan Dara petak
Pengangkatan ini membuat
Ronggo lawe sangat marah ketika mendengar berita ini adipati Ronggo lawe sedang
makan, ketika itu nasi yang sudah dikepalnya dibanting ke atas lantai dan ujung
meja diremasnya menjadi hancur.
Seketika itu Ronggo lawe
datang menghadap raja tanpa dipanggil. Ronggo lawe menyembah dan berkata pada
Sang Prabu dengan lantang “Hamba sengaja datang menghadap paduka untuk
mengingatkan paduka dari kekhilafan yang paduka lakukan diluar kesadaran
paduka! Pengangkatan Nambi sebagai patih hamangkubumi sungguh kekeliruan yang
sangat besar, tidak tepat dan tidak adil”. Semua senopati dan pembesar-pembesar
yang pada saat itu menghadap dan mendengar ucapan ronggo lawe terkejut dan
marah. Sang prabu menjawab dengan tenang “Bagaimana kakang ronggo lawe bisa
mengatakan bahwa itu tidak tepat dan tidak adil?” Ronggo lawe berkata dengan
lantang karena terdesak amarah “Tentu saja tidak tepat! Paduka juga tahu siapa
si Nambi itu! Paduka tentu masih ingat akan segala sepak terjang dan
tindak-tanduknya dahulu! Dia seorang yang bodoh, lemah, rendah budi, penakut,
sama sekali tidak memiliki wibawa”.
No comments:
Post a Comment