Thursday 27 September 2018

Kemelut di Majapahit (Siska Nurmilah)



Kemelut di Majapahit
(Siska Nurmilah)
Siang malam, pagi sampai petang berjuang, Raden Wijaya pun berhasil menjadi Raja Majapahit pertama bergelar Kertarajasa Jayawardhana, beliau tidak melupakan jasa-jasa para senopati yang setia dan gagah seperti burung garuda dan diberikan pangkat kepada mereka. Ronggo Lawe diangkat menjadi adipati di Tuban dan yang lain-lain pun diberi pangkat. Sejak perjuangan pertama sampai Raden Wijaya menjadi raja, ada hubungan antara junjungan dengan para pembantunya yang erat dan baik.
Namun guncangan pertama yang mempengaruhi hubungan erat ini adalah ketika Sang Prabu telah menikah dengan empat putri mendiang Raja Kertanegara, kemudian menikah lagi dengan seorang putri dari Melayu bernama Dyah Dara Petak. Istrinya yaitu Dyah Tribunan, Dyah Nara Indraduhita, Dyah Jaya Inderadewi, dan Retno Sutawan. Karena Dara Petak memang cantik bagaikana bunga mawar yang sedang mekar sehingga Sang Prabu sangat mencintai istrinya yang termuda, dan diberi nama Sri Indraswari.
Terjadilah perpecahan diam-diam diantara Dyah Dara Petak dan Retno Sutawan/Dyah Gayatri yang bercondong kepada Dyah Gayatri keturunan mendiang Raja Kertanegara dan pihak yang bercondong kepada Dara Petak.
Pengangkatan patih Hamangkubumi menjadi pembesar yang tertinggi setelah raja yaitu patih Nambi, membuat Ronggo Lawe yang sudah amat setia itu marah.
“Kakangmas….harap paduka tenang.” ucap Dewi Mertorogo yang menghibur suaminya “Ingatlah kakangmas adipati itu bukan hal baik.” ucap Tirtowati yang juga menenangkan. Adipati tegap berdiri berniat pergi ke Mojopatit. Kedua istri adipati mencegah perginya adipati yang sedang menunggangi seekor kuda namun tidak dihiraukan.
Tak lama kemudian Ronggo Lawe pun datang, para senopati dan punggawa yang lain juga terkejut karena Ronggo Lawe datang menemui raja tanpa dipanggil. Sang Prabu sendiri pun memandang adipati dengan muka kecut dan alis yang berkerut. Namun mengingat jasa sang adipati, Sang Prabu mengusir ketidaksenangan hatinya dan segera menyapa Ronggo Lawe.
Ronggo Lawe dengan suara lantang berkata, “Hamba sengaja datang menghadap Paduka untuk mengingatkan Paduka dari kekhilafan yang Paduka lakukan diluar kesadaran paduka.” Kemudian Sang Prabu menjawab dengan tenang, “Kakang Ronggo Lawe apakah maksudmu dengan ucapan itu?”
“Yang hamba maksudkan tidak lain adalah pengangkatan Nambi sebagai patih.” Keputusan yang paduka ambil ini sungguh tidak tepat, tidak bijaksana, dan hamba yakin paduka tentu telah terbujuk oleh suara dari belakang. Pengangkatan ini sungguh merupakan kekeliruan yang besar sekali. Padahal paduka terkenal sebagai maharaja yang arif, bijaksana dan adil.
Sungguh berani sekali Ronggo Lawe ini! Seorang Adipati tanpa dipanggil, berani datang menghadap raja dan melontarkan ucapan seperti itu.
Suasana pun semakin memanas, muka patih Nambi pun memucat seperti mayat dan kadang memerah bagai paku yang dibakar. Akan tetapi dengan kepala dingin Sang Prabu menjawab keluhan seorang Ronggo Lawe, “Kapan Ronggo Lawe, tindakanku mengangkat kakang Nambi bukan tanpa pemikiran yang matang, keputusan ini telah dipertimbangkan sebaik mungkin.” Namun tetaplah bersikeras seorang Adipati tak rela atas alih pengangkatan senopati Nambi.
Ronggo Lawe berkata lantang, “Tentu saja tidak tepat! Paduka sendiri tahu siapa si Nambi itu! Paduka tentu masih ingat akan segala sepak terjang dan tindak tanduknya dahulu! Dia seorang bodoh, lemah, rendah budi, penakut, sama sekali tidak memiliki wibawa.”
Akhirnya Adipati angkat tangan dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia pun berkenan pamit pada Sang Prabu Wijaya. Tetapi Ronggo Lawe teap berharap Sang Prabu tersadarkan atas tindakannya.
Di hari berikutnya raja menemukan sebuah surat yang isinya adalah rencana untuk meracuni raja dan merebut kekuasaan sang raja. Raja sangat marah dan saat itu juga semua senopati dan punggawa dikumpulkan termasuk didalamnya para senopati dan para selir.
Dengan penuh amarah, raja mempertanyakan tentang surat yang ditemukanya kepada Dara Petak. Raja mengobrak-abrik semua benda yang ada di sekitarnya karena merasa sangat kecewa.
Dengan penuh rasa takut Dara Petak pun bersujud di hadapan Sang Prabu dan meminta maaf dan mengungkap kebenaran bahwa Nambi lah yang telah mengirim surat itu. Nambi berusaha malarikan diri tapi ia berhasil ditangkap, karena memberontak Sang Raja pun turun tangan dan melemparkan pedang tajamnya ke arah Nambi, Nambi pun tewas, Dara Petak diasingkan, dan Ronggo Lawe diangkat menjadi Patih.



No comments:

Post a Comment

contoh surat jual beli tanah

SURAT JUAL BELI MUTLAK TANAH SAWAH Yang bertanda tangan di bawah ini masing-masing bernama Odah, tempat di kampung  ......... Rt 02...