Nama :
Sulastri Agustin
Kelas :
XII IPS 3
Kemelut di Majapahit
Sejak tahun 1293 abad
ke-4 M. Raden Wijaya berhasil menjadi Raja Majapahit pertama bergelar
Kertarajasa Jayawardhana. Para senopati di kerajaan tersebut mendapat pangkat
dari Raden Wijaya. Dan yang menjadi
adipati di kerajaan Majapahit yaitu Ronggo Lawe, beliaupun diberi
pangkat pula.
Setelah itu keempat
putri mendiang Raja Kertanegara dinikahi oleh Sang Prabu, dan beliau pun telah
menikahi seorang putri dari Melayu. Semenjak dari situlah hubungan junjungan
antara pembantunya yang amatlah erat dan baik mengalami guncangan akibat
pernikahan tersebut.
Keempat putri yang
dinikahinya bernama Dyah Tribunan yang menjadi permaisuri, kedua adalah Dyah
Nara Indradhuhita, ketiga adalah Dyah Jaya Inderadewi, dan yang selanjutnya
sering disebut dengan Retno Sutawan atau Rajapatni yang berarti “terkasih”.
Putri bungsu yaitu Dyah Gayatri yang amat cantik jelita seperti dewi kahyangan,
terkenal di seluruh negeri akan kecantikannya. Pasukan yang datang beberapa
tahun lalu yang diutus oleh mendiang Sang Prabu Kertanegara menuju ke negeri
Melayu. Pasukan tersebut bernama pasukan pamalayu yang di pimpin seorang
senopati yang bernama Kebo Anbrang. Pasukan Pamalayu berhasil membawa pulang
dua orang putri bersaudara. Diantara putri bersaudara tersebut Sang Prabu
terpikat hatinya akan kecantikan sang putri yang bernama Dara Petak dan
kemudian dinikahinya menjadi istri yang kelima. Dan ternyata Dara Petak mejadi
saingan dari Dyah Gayatri. Istri termuda sang prabu diberi nama Sri Indrawari.
Terjadilah persaingan
di antara para istri dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sang
Baginda. Persainag tersebut terasa pengaruhnya oleh para senopati.
Sebagai seorang yang
setia sejak Prabu Kertanegara, tentu saja Ronggo Lawe berpihak kepada Dyah
Gayatri. Dari situlah terjadi hal-hal yang lebih hebat sebagai akibat masuknya
Dara Perak ke dalam kehidupan Sang Prabu. Setelah itu pengangkatan Patih
Kerajaan Majapahit yang diangkat oleh Sang Prabu menjadi pembesar yang
tertinggi yaitu Senopati Nambi.
Adipati Ronggo Lawe
marah ketika mendengar akan pengangkatan Patih Kerajaan Majapahit. Pada saat
itu Adipati Ronggo Lawe sedang amkan yang selalu dilayani oleh para istrinya
yaitu Dewi Mertorogo dan Tirtowati.
Para istripun menghibur
suaminya, dan juga memperingatkan penghinaan terhadap Dewi Sri karena telah
melempar nasi ke lantai. Akan tetapi Ronggo Lawe bangkit membiarkan kedua
tangannya dicuci oleh kedua istrinya.
Seketika itu Ronggi
Lawe menghadap raja tanpa di panggil. Di dalam kemarahan dan kekecewaan.
Adipati Ronggo Lawe menghadap paduka untuk menyembah dengan suara lantang.
Patih Nambi dan Senopati Kebo Anabrang merasa gemas akan perlakuan Ronggo Lawe.
Lembu Sora pun tak mengira bahwa keponakannya seberani itu. Senopati-senopati
Gagak Sarkoro dan Mayang Mekar juga memandang dengan mata terbelalak.
Tujuan dari
pengangkatan tersebut merupakan suatu keputusan yang telah dipertimbangkan
secara matang-matang, dan mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat.
Ronggo Lawe masih bersikukuh dengan keputusannya bahwa senopati Nambi tidak
layak menjadi patih kerajaan Majapahit. Karena Ronggo Lawe telah mengetahui
sepak terjang si Nambi dahulu dia seorang bodoh, lemah, penakut, rendah budi
dan sama sekali tidak berwibawa.
Setelah mengetahui
semua kelakuan kakang Nambi yang bekerjasama dengan Dara Petak, Sang Prabu
Kertarajasa merasa kecewa lantas apa yang dilakukan Nambi saat pemilihan patih
hamangkubumi. Akhirnya kakang Nambi pun di penjara dan pengangkatan Patih
hamangkubumi diganti oleh Ronggo Lawe.
Dan setelah
pengangkatan tersebut di ganti oleh Ronggo Lawe, kehidupan di Kerajaan Majaphit
menjadi aman, damai, tentra, dan terkendali.
No comments:
Post a Comment