Sunday 7 October 2018

Kemelut di Majapahit
(S.H. Mintardja)

            Setelah Raden Wijaya berhasil menjadi Raja Majapahit pertama bergelar Kertaraja Jayawardhana. Ronggo Lawe diangkat menjadi adipati di Tuban dan yang lain-lain pun diberi pangkat pula.
            Akan tetapi, guncangan pertama yang mempengaruhi hubungan ini adalah ketika Sang Prabu telah menikah dengan empat putri mendiang Raja Kertanegara, telah menikah lagi dengan seorang putri dari Melayu. Sebelum putri dari tanah Melayu ini menjadi istri kelima, Sang Prabu Kertajasa Jayawardhana telah mengawini semua putri mendiang Raja Kertanegara. Hal ini dilakukannya karena beliau tidak menghendaki adanya dendam dan perebutan kekuasaan kelak.
            Terjadilah persaingan di antara para istri ini, yang tentu saja dilakukan secara diam-diam namun cukup seru, persaingan dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sri Baginda yang tentu saja akan mengangkat derajat dan kekuasaan masing-masing.
            Tentu saja Ronggo Lawe, sebagai seorang yang amat setia sejak zaman Prabu Kertanegara, berpihak kepada Dyah Gayatri. Namun, karena segan kepada Sang Prabu Kertarajasa yang bijaksana, persaingan dan kebencian yang dilakukan secara diam-diam itu tidak sampai menjalar menjadi permusuhan terbuka.
            Pengangkatan ini memang banyak dipengaruhi oleh bujukan Dara Petak. Mendengar akan pengangkatan Patih ini, merahlah muka Adipati Ronggo Lawe. Ketika mendengar berita ini dia sedang makan, seperti biasa dilayani oleh kedua istrinya yang setia, yaitu Dewi Mertorogo dan Tirtowati. Mendengar berita itu dari seorang penyelidik yang datang menghadap pada waktu sang adipati sedang makan, Ronggo Lawe marah bukan main. Nasi yang sudah dikepalnya itu dibanting ke atas lantai dan kerena kemarahan tadi sang adipati menggunakan aji kadigjayaannya, maka nasi sekepal itu amblas ke dalam lantai.
            Akan tetapi, Adipati Ronggo Lawe bangkit berdiri, membiarkan kedua tangannya dicuci oleh kedua orang istrinya yang berusaha menghiburnya. “Aku harus pergi sekarang juga!” katanya. “Pengawal lekas suruh persiapkan si Mego Lamat di depan! Aku akan berangkat ke Mojopahit sekarang juga!” Mego Lamat adalah satu di antara kuda-kuda kesayangan Adipati Ronggo Lawe, seekor kuda yang amat indah dan kuat, warna bulunya abu-abu muda.
            Semua penghadap adalah bekas kawan-kawan seperjuangan Ronggo Lawe dan mereka ini terkejut sekali ketika melihat Ronggo Lawe datang menghadap raja tanpa dipanggil, padahal sudah agak lama Adipati Tuban ini tidak datang menghadap Sri Baginda. Sang Prabu sendiri memandang dengan alis berkerut tanda tak berkenan hatinya.
            Hebat bukan main ucapan Ronggo Lawe ini! Seorang adipati, tanpa dipanggil, berani datang menghadap sang Prabu dan melontarkan teguran-teguran seperti itu! Muka Patih Nambi sebentar pucat sebentar marah, kedua tangannya dikepal dan dibuka dengan jari-jari gemetar.

            “Kakang Ronggo Lawe, tindakanku mengangkat kakang Nambi sebagai patih hamangkubumi, bukanlah merupakan tindakan ngawur belaka, melainkan telah merupakan satu keputusan yang telah dipertimbangkan masak-masak, bahkan telah mendapat persetujuan dari semua paman dan kakang senopati dan semua pembantuku. Bagaimana kakang Ronggo Lawe dapat mengatakan bahwa pengangkatan ini tidak tepat dan tidak adil?”   
silahkan artikel lainnya klik disini

2 comments:

contoh surat jual beli tanah

SURAT JUAL BELI MUTLAK TANAH SAWAH Yang bertanda tangan di bawah ini masing-masing bernama Odah, tempat di kampung  ......... Rt 02...