Kemelut di Majapahit
(S.H. Mintardja)
Setelah
Raden Wijaya berhasil menjadi Raja Majapahit pertama bergelar Kertaraja
Jayawardhana. Ronggo Lawe diangkat menjadi adipati di Tuban dan yang lain-lain
pun diberi pangkat pula.
Akan
tetapi, guncangan pertama yang mempengaruhi hubungan ini adalah ketika Sang
Prabu telah menikah dengan empat putri mendiang Raja Kertanegara, telah menikah
lagi dengan seorang putri dari Melayu. Sebelum putri dari tanah Melayu ini
menjadi istri kelima, Sang Prabu Kertajasa Jayawardhana telah mengawini semua
putri mendiang Raja Kertanegara. Hal ini dilakukannya karena beliau tidak
menghendaki adanya dendam dan perebutan kekuasaan kelak.
Terjadilah
persaingan di antara para istri ini, yang tentu saja dilakukan secara diam-diam
namun cukup seru, persaingan dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sri
Baginda yang tentu saja akan mengangkat derajat dan kekuasaan masing-masing.
Tentu
saja Ronggo Lawe, sebagai seorang yang amat setia sejak zaman Prabu
Kertanegara, berpihak kepada Dyah Gayatri. Namun, karena segan kepada Sang
Prabu Kertarajasa yang bijaksana, persaingan dan kebencian yang dilakukan
secara diam-diam itu tidak sampai menjalar menjadi permusuhan terbuka.
Pengangkatan
ini memang banyak dipengaruhi oleh bujukan Dara Petak. Mendengar akan
pengangkatan Patih ini, merahlah muka Adipati Ronggo Lawe. Ketika mendengar
berita ini dia sedang makan, seperti biasa dilayani oleh kedua istrinya yang
setia, yaitu Dewi Mertorogo dan Tirtowati. Mendengar berita itu dari seorang
penyelidik yang datang menghadap pada waktu sang adipati sedang makan, Ronggo
Lawe marah bukan main. Nasi yang sudah dikepalnya itu dibanting ke atas lantai
dan kerena kemarahan tadi sang adipati menggunakan aji kadigjayaannya, maka
nasi sekepal itu amblas ke dalam lantai.
Akan
tetapi, Adipati Ronggo Lawe bangkit berdiri, membiarkan kedua tangannya dicuci
oleh kedua orang istrinya yang berusaha menghiburnya. “Aku harus pergi sekarang
juga!” katanya. “Pengawal lekas suruh persiapkan si Mego Lamat di depan! Aku
akan berangkat ke Mojopahit sekarang juga!” Mego Lamat adalah satu di antara
kuda-kuda kesayangan Adipati Ronggo Lawe, seekor kuda yang amat indah dan kuat,
warna bulunya abu-abu muda.
Semua
penghadap adalah bekas kawan-kawan seperjuangan Ronggo Lawe dan mereka ini
terkejut sekali ketika melihat Ronggo Lawe datang menghadap raja tanpa
dipanggil, padahal sudah agak lama Adipati Tuban ini tidak datang menghadap Sri
Baginda. Sang Prabu sendiri memandang dengan alis berkerut tanda tak berkenan
hatinya.
Hebat
bukan main ucapan Ronggo Lawe ini! Seorang adipati, tanpa dipanggil, berani
datang menghadap sang Prabu dan melontarkan teguran-teguran seperti itu! Muka
Patih Nambi sebentar pucat sebentar marah, kedua tangannya dikepal dan dibuka
dengan jari-jari gemetar.
“Kakang
Ronggo Lawe, tindakanku mengangkat kakang Nambi sebagai patih hamangkubumi,
bukanlah merupakan tindakan ngawur belaka, melainkan telah merupakan satu
keputusan yang telah dipertimbangkan masak-masak, bahkan telah mendapat
persetujuan dari semua paman dan kakang senopati dan semua pembantuku.
Bagaimana kakang Ronggo Lawe dapat mengatakan bahwa pengangkatan ini tidak
tepat dan tidak adil?”
silahkan artikel lainnya klik disini
silahkan artikel lainnya klik disini
kurang jelas
ReplyDeleteAsw
ReplyDelete