Nama :
Laeli Ulfi Herawati
Kelas :
XII IPS 4
Kemelut di Majapahit
Malam yang gelap sunyi
sepi angin sepoy-sepoy berhembus ke dalam seluruh badan. Pada kala itu, cerita
pengangkatan seorang Raja baru di Kerajaan Majapahit. Kerajaan yang begitu
terkenal akan keelokan dan kemegahannya. Raja baru itu bernama Raden Wijaya.
Sejak saat itulah ia menjadi orang yang paling disegani oleh seluruh rakyat
Majapahit.
Pengangkatan Raden
Wijaya menjadi seorang Raja adalah kali pertama pergantian Raja di Kerajaan
Majapahit. Setelah Raden Wijaya berhasil menjadi Raja di Kerajaan Majapahit
dengan bergelar Kertarajasa Jayawardhana, ia harus bertanggungjawab memikirkan
segala bentuk tanggungjawabnya di Kerajaan Majapahit, mensejahterakan seluruh
rakyatnya dengan menjadi pemimpin yang baik dan adil di mata seluruh rakyatnya,
dan bijaksana. Tidak hanya itu, simpati para senopatipun harus ia dapatkan agar
menjadi Raja yang baik.
Ia tidak lupa terhadap
jasa-jasa para Senopati (Perwira) yang selalu setia mendampinginya disaat suka
maupun duka. Salah seorang yang setia mendampingi yaitu Ronggo Lawe yang sudah
dianggapnya seperti saudaranya sendiri diangkat menjadi Pati di Tuban. Ronggo
Lawe pun gembira tiadak disangka dengan diberikannya pangkat tersebut. Hubungan
Raja dengan para pembantunya sangatlah baik dan erat. Maka, ia sangat disayangi
oleh semua orang.
Akan tetapi,
ditengah-tengah kegembiraan, terdapat guncangan yang mengguncangkan memengaruhi
hubungan baik mereka. Ketika Sang Raja telah menikah dengan empat putri mendian
Raja Kertanegara, Ia menikahi empat putri tersebut karena ia tidak menghendaki
adanya dendam dan perebutan kekuasaan kelak. Tiba-tiba, tidak diduga oleh
siapapun ia telah menikah lagi dengan seorang putri dari Melayu. Keempat putri
yang diperistri oleh Raja antara lain Dyah Tribunan, yang menjadi permaisuri,
yang kedua Dyah Nara Indraduhita, yang ketiga Dyah Daya Inderadewi yang juga
disebut Retno Sutawan atau Rajapatni yang ia sangat kasihi dibandingkan
istri-istri yang lain. Dan yang keempat Dyah Gayatri yang merupakan putri
bungsu yang cantik jelita seperti seorang bidadari yang turun dari kahyangan.
Seorang istri tersebut sangatlah terkenal dengan paras kecantikannya dan
dipuja-puja oleh para sastrawan di masa itu.
Sang Raja belum puas
mempunyai empat orang istri, dan ia menikahi Seorang Putri dari Malayu. Pasukan
Pamalayu datang ke kerajaan Majapahit. Pasukan Pamalayu merupakan pasukan yang
beberapa tahun lalu diutus oleh Mendiang Sang Prabu Kertanegara ke Negeri
Melayu. Pasukan ini dipimpin oleh Kebo Anabrang seorang senopati yang gagah
perkasa. Pasukan tersebut telah menjalani tugasnya yaitu menyebrang ke Negeri
Malayu dan membawa pula dua putri bersaudara. Putri dari dua bersaudara ini
bernama Dara Petak, sang Raja terpikat hatinya oleh kecantikannya.
Karena Dara Petak
sangatlah cantik dan anggun pandai juga membawa diri, maka Sang Raja menikahi
Dara Petak menjadi istrinya yang kelima. Dara Petak menjadi saingan yang paling
kuat dari Dyah Gayatri karena ia memang cantik jelita. Sang Raja pun sangat
mencintai istri termuda ini yang telah diperistri oleh Sang Raja, lalu Sang
istri diberi nama Sri Indraswari.
Terjadilah persaingan diantara
para istri dari Raja Raden Wijaya yang dilakukan secara diam-diam namun seru.
Persaingan ini dilakukan untuk memperebutkan cinta kasih dan perhatian dari
sang Raja. Sang Raja pun tidak menyadari akan persaingan tersebut. Persaingan
itu terjadi secara diam-diam diantara mereka sebagai pihak yang bercondong
kepada Dyah Gayatri keturunan mendiang Sang Raja Kertanegara dan kepada Dara
Petak keturunan Malayu.
Ronggo Lawe yang
merupakan seorang Adipati di Tuban berpihak kepada Dyah Gayatri. Karena ia seorang
yang amat setia sejak zaman Raja Kertanegara. Persaingan dan kebencian
dilakukan secara diam-diam karena tidak ingin sampai Raja mengetahuinya. Akan
tetapi, pada saat itu terjadi hal yang mambakar hati Ronggi Lawe, yaitu
Pengangkatan Patih Hamangkubumi, yaitu Patih di kerajaan Majapahit. Sang Raja
mengangkatnya menjadi pembesar yang tertinggi dan paling berkuasa setelah Raja
yaitu Senopati Nambi.
Pengangkatan ini
dipengaruhi oleh bujuk rayu Draa Petak. Mendengar kabar itu, Ronggo Lawe pun
marah bukan main. Ia sedang makan pun membantingkan nasi di piringnya ke
lantai. Bunyi berkerotak pun terdengar dan ujung meja diremasnya menjadi
hancur. Tirtowati memperingatkan kepada Ronggo Lawe karena melempar nasi ke
lantai itu penghinaan terhadap Dewi Sri dan dapat menjadi kualat. Kedua istriny
menghibur Ronggo Lawe dan mencuci tangannya dicuci oleh kedua istrinya dan sang
istripun menghiburnya. Adipati Ronggo Lawe pun berangkat ke Majapahit
menggunakan Mego Lamat. Mego Lamat adalah satu diantara kuda kesayangan Ronggo
Lawe. Seekor kuda yang amat indah dan kuat. Istri Ronggo Lawe pun mencegahnya
tetapi tidak didengarkan oleh Adipati karena sedang marah.
Tak lama kemudian,
suara derap kaki Mego Lamat memecah kesunyian gedung kadipaten itu, dua orang
istri yang cinta dan mengkhawatirkan keselamatan suaminya yang marah. Pada
waktu itu, Sang Prabu sedang dihadap oleh para senopati dan punggawa. Mereka
terkejut sekali ketika melihat Ronggo Lawe datang menghadap Raja tanpa
dipanggil, padahal sudah lama Adipati Tuban tidak datang menghadap Sang Baginda.
Sang Raja memandang dengan alis berkerut karena tidak berkenan hatinya, namun
Ronggo Lawe pernah menjadi tulang punggungnya di waktu beliau masih berjuang
dahulu. Sang Raja pun mengusir ketidaksenangan hatinya dan segera menyapa
Ronggo Lawe. Semua muka para penghadap raja menjadi pucat setelah mendengar
ucapan Ronggo Lawe, dan semua jantung didalam dada berdebar tegang. Mereka
menjadi tahu sifat dan watak Ronggo Lawe yang gagah perkasa dan selalu terbuka,
polos, dan jujur. Ronggo Lawe pun berkata pada Sang Raja bahwa pengangkatan
Nambi tidak tepat, tidak bijaksansa. Semua senopati dan pembesar yang saat itu
menghadap Sang Raja dan mendengar ucapan Ronggo Lawe. Semua terkejut yang
berada di gedung dan sebagian besar ada yang marah sekali. Tetapi, mereka tidak
berani mencampuri karena mereka menghormati Sang Raja. Sang Prabu tetap tenang,
tetap tersenyum memandang Ronggo Lawe.
Setelah mendengar
ucapan Ronggo Lawe, akhirnya Sang Raja mengangkat Ronggo Lawe sebagai Raja dan
Nambi dihukum karena ia akan membunuh Raja dan seorang yang tidak memiliki
wibawa sama sekali.
No comments:
Post a Comment