Nama :
Nurul Padillah
Kelas :
XII IPS 3
Kemelut di Majapahit
Setelah Raden Wijaya
berhasil menjadi Raja Majapahit pertama yang bergelar Kertajasa Jayawardhana, beliau
selalu mengingat jasa-jasa para senopati (perwira) yang selalu setia dan banyak
membantunya. Ronggo Lawe diangkat menjadi Adipati.
Tetapi, terjadi
guncangan pertama karena sang prabu telah menikah dengan empat putri mendiang Raja
Kartanegara, yang telah menikah lagi dengan seorang putri dari Melayu. Putri dari
tanah Melayu ini menjadi istri yang kelima dari Prabu Kertarajasa Jayawardhana.
Sebelumnya, Prabu Kertarajasa
Jayawardhana telah memperistri semua putri dari mendiang Raja Kertanegara. Hal
ini dimaksudkan karena beliau tidak setuju adanya dendam dan perebutan
kekuasaan kelak.
Keempat putri yang
telah diperistri oleh Prabu adalah Dyah Tribunan, Dyah Nara Indradhuhita, Jaya
Inderadewi, dan juga yang disebut Retno Sutawan atau Rajapatni yang berarti
“terkasih” karena putri bungsu dari Raja Kertanegara menjadi istri yang paling
dikasihi Prabu. Dyah Gayatri ini memang disukai banyak orang, terkenal di
hamper seluruh negeri dan orang-orang hingga sastrawan memuja-muja kecantikan
seorang Dyah Gayatri. Akan tetapi, pasukan yang diutus oleh mendiang Sang Prabu
Kartanegara datang ke negeri Malayu. Pasukan ini bernama pamalayu yang di pimpin
oleh seorang senopati perkasa bernama Kebo Anabrang atau Mahisa Anabrang
ditugaskan oleh sang prabu untuk menyebrang ke negeri Malayu. Pasukan ini
berhasil membawa pulang dua orang putri bersaudara. Sang Prabu Kertarajasa
terpikat hatinya oleh kecantikan putri kedua yang kuda yaitu Dara Petak, maka
diambillah Dyah Dara Petak untuk dijadikan istri kelima. Dara Petak menjadi
saingan yang paling kuat dari Dyah Gayatri. Karena Sang Prabu sangat mencintai
istri termudanya ini yang setelah diperistri oleh Sang Baginda, dan diberi nama
Sri Indraswari.
Terjadi persaingan para
isteri dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sei Baginda yang bias
mengangkat derajat dan kekuasaan masing-masing. Pengaruh persaingan ini
disadari oleh para senopati yang diam-diam di antara mereka lebih memihak
kepadah Dyah Gayatri yang merupakan keturunan dari mendiang Sang Prabu
Kertanegara, dan kepada Dara Petak keturunan Melayu.
Orang yang lebih
condong kepada Dyah Gayatri yang lainnya adalah Ronggo Lawe yang merupakan
orang yang amat setia sejak zama Prabu Kertanegara. Terjadinya pertengkaran
yang lebih hebat, semua ini dikarenakan masuknya Dara Petak ke dalam kehidupan
Sang Prabu. Seopati Nambi diangkat menjadi Patih hamangkubumi, yaitu patih
Kerajaan Mojapahit dan menyebabkan hati Ronggo Lawe terbakar.
Pengangkatan patih ini
memang penyebab pengaruh bujukan dari Dara Petak. Mendengar berita pengangkatan
patih itu Ronggo Lawe yang saat itu sedang makan, Ronggo Lawe marah bukan main.
Ia membanting nasinya ke atas lantai dank arena dalam keadaan sedang marah
hingga ujung meja diremasnya hingga menjadi hancur.
Ronggo Lawe menghadap
raja tanpa di panggil dengan keadaan sedang marah ia berkata sangat lantang
mengingatkan paduka dari kekhilafan paduka.
Semua senopati dan
pembesar pada saat itu terkejut mendengar ucapan yang dilontarkan Ronggo Lawe
kepada Paduka mereka seketika menjadi marah kepada Ronggo Lawe. Namun, Paduka
menjawab pertanyaan Ronggo Lawe dengan berkata halus, ia mengatakan bahwa
keputusannya itu memang benar dan telah mendapat persetujuan dari semua paman
dan kakang senopati. Tetapi, tetap saja Ronggo Lawe tidak setuju dengan
keputusan tersebut dan dia malah menghina Nambi sebagai seorang yang bodoh,
lemah, rendah hati, penakut dan beranggapan bahwa Nambi sama sekali tidak
memiliki wibawa.
Hari-hari Ronggo Lawe
dipenuhi rasa dendam dan amarah kepada Nambi yang ingin menghancurkan kerajaan
dengan merebut posisi Ronggo Lawe menjadi patih. Nimbi lebih mudah untuk menghancurkan
kerajaan. Ronggo Lawe mencoba untuk meyakinkan hal itu kepada paduka namun,
paduka tidak yakin akan omongan Ronggo Lawe. Ronggo Lawe khawatir dan tidak
tenang akan rencana Nambi yang ingin menghancurkan kerajaan. Setiap hari ia
memberi tahu paduka hingga lama-kelamaan Padukapun mendengar pembicaraan Nambi
dan Daya Petak yang menginginkan kerajaan hancur dan Nambi pun di panggil untuk
menghadap paduka dan di beri hukuman di pecat sebagai patih dan dikeluarkan
dari kerajaan oleh paduka.
Setelah pemecatan Nambi
menjadi patih, Paduka mengucapkan terima kasih kepada Ronggo Lawe Karena telah
berusaha meyakinkan bahwa Nambi berencana dengan Dara Petak untuk menghancurkan
kerajaan. Akhirnya, Ronggo Lawe di angkat kembali untuk menjadi Patih di
Kerajaan Majapahit.
Semenjak dikeluarkannya
Nambi dari kerajaan Majapahit, kehidupan di kerajaan menjadi aman dan tentram,
sehingga tidak ada lagi yang ingin menghancurkan kerajaan Majapahit.
No comments:
Post a Comment